Gamelatron adalah sebuah proyek besar yang menyatukan suara dan tradisi khas Indonesia dengan teknologi robot modern.
Ya, ide Gamelatron berasal dari Aaron Taylor Kuffner, seorang artis, DJ, dan komposer asal Brooklyn. 3 tahun di Indonesia, Taylor menimba ilmu etnomusikologi di Institur Seni Indonesia Yogyakarta. Taylor adalah salah satu artis yang disponsori oleh perusahaan software, Ableton Live dalam berbagai event musik internasional dan festival seni. Bersama Gamelatron dan berbagai proyek solonya, Taylor sudah tampil lebih dari 400 kali di 19 negara selama lebih dari 15 tahun.
“Selama bertahun-tahun, saya mempelajari gamelan di Indonesia. Gamelan adalah ansambel musik dari Jawa dan Bali yang menampilkan berbagai instrumen seperti metallophone, xylophone, drum dan gong,” tutur Taylor.
Musik gamelan sendiri memiliki sejarah panjang bahkan sebelum era Hindu-Budha di abad 13. Gamelan memiliki dua jenis lagu, yaitu ‘Pelog’ dan ‘Slendro’ dengan garis melodi yang saling tersambung satu sama lain. Di Indonesia, musik gamelan memegang peran penting dalam perkembangan budaya dan spiritual. Hingga saat ini, gamelan masih terus hadir dalam berbagai upacara adat maupun keagamaan.
“Dari Indonesia, saya kembali ke Brooklyn dan mulai berkolaborasi dengan sekelompok insinyur musik dan artistik di League of Electronic Musical Urban Robots. Kami memulai sebuah proyek untuk membuat robot gamelan Indonesia,” ungkap Taylor.
Dalam proses penciptaan Gamelatron, ditemukan fakta baru bahwa musik gamelan mampu memberikan pengaruh positif pada tubuh manusia. Hal ini tentang bagaimana manusia bisa terhubung dengan alam dan pusat energi spiritual. Kemudian, diciptakanlah sebuah robot yang dapat meniru manusia dalam memainkan instrument gamelan. Hasilnya, Gamelatron lahir sebagai wujud suara nostalgia yang bisa mengkoneksikan pendengar dengan nenek moyangnya, sekaligus melestarikan musik di masa lalu.
Penciptaan Gamelatron sebenarnya berasal dari rasa kekhawatiran. Seperti diketahui bahwa kekayaan musik kuno telah dipelajari oleh telinga, namun tanpa dokumentasi yang cukup. Hanya sebagian saja yang sudah direkam dan ditransfer dalam notasi oleh mereka yang mengaku etnomusikolog. Sayangnya, globalisasi budaya menggeser semua dengan cepat sehingga ada tradisi musik di luar sana yang terancam kepunahan. Para ahli musik gamelan pergi tanpa meninggalkan ahli waris yang dapat diandalkan, bahkan banyak instrument yang akhirnya rusak dan langka.
Pada Gamelatron, instrumen akan dipasang palu robotik yang dapat menirukan permainan dan komposisi manusia. Proyek kemudian berlanjut pada proses merekam atau mengumpulkan data dari para ahli yang memainkan repertoar mereka yang terancam punah. Bukan hanya dengan rekaman audio, namun Gamelatron adalah orkestra robot yang menggantikan manusia dalam bermain instrument akustik.
Implikasi dari proyek ini sangat besar. Di bidang lain seperti manufaktur, robot memang telah menggantikan manusia dalam penciptaan berbagai produk. Namun, robot dalam proyek ini berperan menciptakan musik, khususnya musik dengan implikasi budaya, ritual, bahkan spiritual. Bukan produk yang hanya dikonsumsi lalu habis, tapi justru sebagai catatan sejarah.
Sangat alamiah jika manusia ingin menciptakan mesin yang dapat memudahkan atau mendukung kehidupan mereka serta memungkinkan komunikasi global. Manusia terintegrasi dengan mesin, nilai-nilai artistik, bahkan soul dan warisan spiritual. Mesin menjadi wujud sumbungan kecerdasan dan Gamelatron hadir sebagai salah satu wujud teknologi yang akan mengatasi masalah manusia-manusia konvensional, sekaligus menjadi warisan penting bagi generasi selanjutnya.
Sumber http://www.compusiciannews.com/Detail/Gamelatron-Orkestra-Robot-yang-Memainkan-Gamelan-462