Setelah perundingan di Hooge Veluwe gagal maka Inggris sebagai penengah konflik mencoba mengatasi permasalahan Indonesia - Belanda dengan mempertemukannya di Linggarjati, dekat Cirebon. Perundingan antara Indonesia dengan Belanda ini dilaksanakan pada tanggal 10 November 1966.
Perundingan Linggarjati dihadiri oleh:
a. Belanda, diwakili oleh Prof. Schermerhorn, De Boer, dan van Pool.
b. Indonesia, diwakili oleh Sutan Syahrir, dan
c. Inggris diwakili oleh Lord Killearn (sebagai pihak penengah).
Perundingan yang dipimpin oleh Lord Killearn ini menghasilkan suatu persetujuan yang disebut Persetujuan Linggarjati.
Berikut ini dikutipkan beberapa isi Perjanjian Linggarjati:
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi, Sumatra, Jawa, dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Setelah perjanjian tersebut ditandatangani timbul sikap pro dan kontra yang mengakibatkan Kabinet Syahrir jatuh dan Presiden Soekarno membentuk kabinet baru yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin.
Berikut ini beberapa alasan pihak Republik Indonesia menerima hasil Persetujuan Linggarjati.
a. Cara damai merupakan jalan terbaik, mengingat militer Indonesia masih di bawah Belanda.
b. Cara damai akan mengundang simpati dunia internasional.
c. Perdamaian dan gencatan senjata memberi peluang bagi Indonesia untuk melakukan konsolidasi.
Perundingan Linggarjati ternyata berhasil mengundang simpati dunia internasinal. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan kedaulatan oleh Inggris, Amerika Serikat, Mesir, lebanon, Suriah, Afganistan, Myanmar, Yaman, Saudi Arabia, dan Uni Soviet. Meskipun Persetujuan Linggarjati telah ditandatangani, hubungan Indonesia - Belanda tidak bertambah baik. Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi pangkal perselisihan. Pihak Belanda tidak dapat menahan diri dan melanjutkan agresinya dengan aski militer pada tanggal 21 Juli 1947. Aksi militer yang dilakukan Belanda ini dinamakan dengan Agresi Militer Belanda 1.